KEBIJAKAN DAERAH PADA SEKTOR PERTANIAN


Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Kabupaten Tobasa Sumatera Utara



 Pengelolaan tata ruang dan lingkungan dilandasi oleh UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 26 Tahun 2007. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pembangunan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara nasional. Menurut undang-undang tersebut, rencana pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga.

Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi. 

Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait, yaitu:
1.    Perencanaan tata ruang
2.     Pemanfaatan ruang
3.     Pengendalian pemanfaatan ruang

Dengan adanya rencana tata ruang yang terdapat pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kab/kota). 

Ketiga rencana tata ruang tersebut terdapat di dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.

Berikut permasalahan tata ruang yang muncul di Kabupaten Tobasa: 
  1.     Rancangan RTRW 2011-2031 Tobasa dikonsultasikan ke publik
Dari sembilan tahapan Rencana Tata Ruang Wilayah/ RTRW, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tobasa telah memasuki tahap ketiga yakni konsultasi publik perumusan konsepsi RTRW. Kegiatan yang difasilitasi Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum ini, akan dilaksanakan di Balai Data Kantor Bupati Toba Samosir yang  dihadiri berbagai elemen masyarakat.
Perhatian terhadap masalah tata ruang diharapkan tidak hanya dari pemerintah saja, namun dari berbagai elemen masyarakat pula. Mengingat dokumen RTRW ini nantinya akan menjadi dokumen acuan dalam perencanaan tata ruang wilayah dan pelaksanaan pembangunan di Tobasa untuk masa 20 tahun ke depan.
Pemerintah berencana agar RTRW 2011-2031 yang akan disusun dipadukan dan diserasikan dengan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang serta diharmonisasikan dengan RTRW Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota berbatasan dan RTR Kawasan Strategis Provinsi.

2.      Pembangunan Pasar Yang Menuai Kontroversi
Pembangunan kios bertingkat di Pasar Balige Kabupaten Tobasa sebesar Rp.1,2 Milyar sumber dana dari APBN Tahun Anggaran 2008. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk survey di lapangan. Namun kenyataannya, alokasinya tidak jelas dan diduga tidak sesuai dengan perencanaan Tata Ruang di Balige. Pembangunan kios di pasar itu direncanakan sebanyak 40 unit. Terjadi kesimpangsiuran  apakah pembangunan kios itu diperuntukkan kepada para pasar pengumpul atau yang lebih sering disebut “par rengge-rengge” atau diperuntukkan kepada para pasar Grosir.
3.      Polemik Akibat Penunjukan Kawasan Hutan 

Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 44/MENHUT-II/2005 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan, menimbulkan masalah dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumatera Utara tahun 2010-2030. Berbagai persoalan dihadapi dalam penyusunan RTRW dimaksud, karena SK Menhut tentang penunjukan kawasan hutan yang menimbulkan persepsi dan tafsiran berbeda-beda di lapangan. Untuk menyelesaikan permasalahan tata ruang, membutuhkan upaya yang serius secara terus menerus. Sebab, berdasarkan amanat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang tahun 2010, RTRW Kabupaten/Kota harus sudah diperdakan.

Namun disisi lain, RTRW Provsu sendiri belum diperdakan. Padahal, seyogianya sudah harus diperdakan tahun 2009 lalu. Untuk tahun 2011, BKPRD Propinsi Sumut akan memproses legalisasi RTRW dan menyelesaikannya segera. Untuk itu, Pansus DPRD Provinsi Sumatera Utara melakukan pembahasan Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030 bersama Pemerintah Kabupaten/Kota Zona IV di Balige, Kabupaten Tobasa. Tujuan Pansus tersebut untuk menyerap semua aspirasi dari masyarakat, pakar, LSM, dan dari Pemkab/Pemko se-Sumatera Utara. Sumatera Utara dibagi dalam enam zona untuk pembahasan Ranperda tersebut. Zona IV meliputi wilayah Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Tapteng, Taput, Samosir, Humbahas dan Kota Sibolga.


3.   Kerusakan Jalan
Masyarakat Laguboti Kabupaten (Tobasa) merasa miris dan mengeluh melihat kerusakan di beberapa titik ruas badan jalan sekitar lingkungan kota Laguboti. Karena selain mengakibatkan kemacetan arus lalu lintas, kota menjadi kurang bersih terutama pada saat musim hujan, Seperti diruas badan jalan DR FL Tobing dan Jalan Danau Toba setiap kali diguyur hujan deras, sebagian badan jalan tampak ibarat kubangan kerbau. Seharusnya dengan melihat kondisi ini instansi terkait seyogianya peka, apalagi posisi jalan berada dilingkungan pusat kota Laguboti yang sehari-harinya dilintasi kendaraan roda dua dan empat serta pejalan kaki. 

Kerusakan badan jalan itu terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, saluran drainase tidak ada atau tidak lancar, sehingga saat musim hujan, air meluap ke badan jalan dan mengakibatkan aspal mudah terkelupas. Kemudian pemeliharaan jalan tidak efektif dilakukan oleh instansi terkait serta jalannya sudah dimakan usia.

Untuk itu, supaya sarana arus lalu lintas disekitar kota Laguboti lancar, pejalan kaki tidak terkena lumpur saat hujan lebat serta lingkungan kota tidak tampak kotor, diharapkan Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melalui instansi terkait dapat tanggap atas keluhan masyarakat dengan memberi atensi memperbaiki jalan rusak tersebut.

Berdasarkan uraian permasalahan tata ruang yang dihadapi oleh Kabupaten Tobasa yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka beberapa solusi yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi hal tersebut adalah: penyelarasan implementasi terhadap rencana pembangunan dengan rencana tata ruang melalui mekanisme yang diatur didalam suatu kebijakan/peraturan, perlunya sinkronisasi kebijakan antar sektor dan instansi pemerintahan secara hirarki untuk mewujudkan keselarasan program pembangunan, mewujudkan keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas provinsi dan lintas sektor untuk optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang, perlunya penyusunan rencana tata ruang yang berkualitas dan menyeluruh, produk rencana tata ruang daerah harus dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah yang selaras dengan visi dan misi daerah, ketegasan sanksi dan ketetapan hukum sebagai alat yang digunakan untuk mengendalikan segala bentuk pemanfaatan ruang, penyelenggaraan sosialisasi dalam rangka memberikan informasi pentingnya peranan penataan ruang didalam pelaksanaan program pembangunan kepada masyarakat, peningkatan manajemen kelembagaan penataan ruang baik di pusat maupun di daerah, mendorong kemitraan secara vertikal dan horisontal yang bersifat kerjasama pengelolaan (co-management) dan kerjasama produksi (co-production), mewujudkan konsistensi dalam penyerasian rencana tata ruang dengan rencana pembangunan antar pemangku pemerintahan, baik pada tingkat legislatif maupun eksekutif, diharapkan pembangunan kios tersebut benar-benar direncanakan sesuai dengan tata ruang balige sebab enam balai roong dengan filosopi desain rumah batak disesuaikan dengan rencana pembangunan kios itu, begitu juga survey dilapangan agar serius dengan jumlah pedagang parrengge-rengge atau pun pedagang grosir, diharapkan pemerintah kabupaten Toba Samosir melalui instansi terkait dapat tanggap atas keluhan masyarakat dengan memberi atensi memperbaiki jalan rusak tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Sitanala, Rustiadi Ernan. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia.
Hermit Herman. 2008. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang (U.U. no. 26 tahun 2007): dilengkapi permasalahan dalam perencanaan tata ruang perkotaan dan kebijakan tata ruang di beberapa negara lain. Mandar Maju.
http://tobasamosirkab.bps.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar